Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan terduga pelaku kasus perundungan (bullying) di SMA internasional harus tetap mendapatkan jaminan pendidikan. KPAI mengatakan hal itu sudah diatur dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Anak.
Komisioner KPAI Aris Adi Leksono menyesalkan pernyataan pihak sekolah yang memberikan sanksi berupa mengeluarkan siswa yang melakukan kekerasan. Padahal, baik KPAI maupun pihak sekolah, sebelumnya telah sepakat akan melindungi hak pendidikan anak-anak yang terlibat.
“Anak yang hari ini berstatus sebagai saksi atau terduga pelaku, memang ini hal yang kami sesalkan. Mengapa di awal Binus memberikan informasi bahwa anak-anak (pelaku) ini tetap diberikan hak pendidikannya dengan model PJJ (pembelajaran jarak jauh). Tetapi di tengah pengawasan kami, kami menemukan bahwa anak-anak yang terduga pelaku ini diindikasi diminta untuk mengundurkan diri,” kata Aris kepada wartawan di kantor KPAI, Jakarta, Selasa (27/2/2024).
Aris meminta pihak sekolah segera memberikan klarifikasi soal sanksi tersebut. Sebab, dalam UU Perlindungan Anak, setiap anak memiliki hak pendidikan yang baik. KPAI akan tetap mengawal hak pendidikan anak terduga pelaku bullying agar tetap terpenuhi dengan baik.
“Maka dari itu, kami berkoordinasi dengan Irjen dengan Binus secara langsung, bersama-sama Mbak Diyah dan KPPA, dan UPTD PPA Kota Tangerang Selatan untuk kemudian mengklarifikasi. Hasil klarifikasi, tentu pihak Binus situasi yang serba harus cepat begitu, sehingga bisa kemudian memberikan keterangan secara pasti,” ujarnya.
“Sebenarnya mandat UU bahwa tidak boleh satu pun anak Indonesia dalam status apa pun putus sekolah. Kemudian juga mandat UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Bagaimana pencegahan dan penanganan anak di satuan pendidikan. Atas dasar itu, kami dengan Irjen bersama-sama kita kawal agar kemudian hak pendidikan anak terduga pelaku yang statusnya saksi itu tetap terpenuhi dengan baik. Dan pihak Yayasan Binus menyanggupi. Untuk itu, kita kawal bersama-sama,” pungkasnya.